
Hari Bela Negara diperingati setiap tahun pada tanggal 19 Desember. Lantas, apa itu Hari Bela Negara, sejarah, dan kenapa harus diperingati?
Hari Bela Negara 2025 termasuk edisi ke-77. Kementerian Pertahanan telah menentukan tema khusus dalam peringatan Hari Bela Negara 2025, yaitu “Teguhkan Bela Negara Untuk Indonesia Maju”.
Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk melakukan upaya bela negara. Hal ini diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Hari Bela Negara harus diperingati dalam rangka menumbuhkan rasa patriotime dan menjaga eksistensi negara.
Berdasarkan Panduan Peringatan Hari Bela Negara ke-77 tahun 2025, Bela Negara adalah sebuah tekad, sikap, perilaku dan tindakan warga negara, baik perseorangan maupun kolektif.
Tujuannya menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara dari ancaman. Tekad tersebut dilakukan berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945.
Bela negara diamanatkan dalam UUD RI Tahun 1945 Pasal 27 ayat (3). Isinya menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
Konsep bela negara juga tertuang dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Pertahanan Negara: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”.
Upaya bela negara menjadi kewajiban dasar warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan pengabdian terhadap bangsa dan negara.
Di era modern, bela negara tidak hanya sebatas mengangkat senjata atau menjadi tentara. Upaya bela negara dapat dilakukan dengan tindakan yang memiliki dampak positif terhadap kemajuan negara.
Hari Bela Negara ditetapkan untuk memperingati Deklarasi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tanggal 19 Desember 1948 di Sumatera Barat. Peringatan tersebut erat kaitannya dengan peristiwa Agresi Militer Belanda II.
Belanda melancarkan serangan udara ke Ibu Kota Republik Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta. Sejumlah tokoh turut menjadi tawanan dalam peristiwa tersebut. Contohnya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan beberapa tokoh lain.
Sebelum ditawan, Soekarno sempat mengirimkan pesan telegram yang berisi mandat kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara agar membentuk PDRI sebagai strategi mempertahankan Indonesia.
Tepat pada 22 Desember 1948, Syafruddin mengumumkan berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Pembentukan PDRI adalah sebagai respons bangsa Indonesia atas penyerangan terhadap Ibu Kota negara dan menunjukkan eksistensi Indonesia.
Jika tidak segera mendirikan PDRI, bisa saja Belanda dengan mudah dapat kembali menguasai Indonesia. Deklarasi PDRI dilakukan oleh Syafruddin dan tokoh-tokoh lainnya seperti Tengku Mohammad Hassan, Soetan Mohammad Rasjid, serta Loekman Hakim.
Pendeklarasian PDRI dianggap sebagai upaya bela negara untuk mempertahankan negara Indonesia yang baru berumur sekitar 3 tahun. Kemudian, pada tanggal 13 Juli 1949, Sjafruddin mengembalikan mandat kepada Sukarno.


